Pada awalnya saya merasa tidak enak hati untuk menulis sedikit uneg-uneg saya tentang ayat-ayat cinta the movie, satu alasan saya, dengan cuma modal nonton AAC versi bajakan terlalu berani kalau saya mencoba berspekulasi. Tapi film yang ditunggu-tunggu banyak orang ini membuat saya merasa eman melewatkan hari ini tanpa menulis sedikit catatan, pula karena saya baru menontonnya semalam, masih fresh !
Jujur sampai detik ini saya belum pernah membaca novel ayat-ayat cinta, menjamah pun tidak. Beberapa resensi yang saya baca di beberapa blog sudah cukup untuk memberi stigma subyektif kalau buku ini tidak termasuk dalam daftar novel yang perlu saya baca apalagi membelinya. Terlalu sombongkah saya ? mungkin ada yang berpendapat seperti itu dan saya memakluminya, tapi setidaknya saya mempunyai beberapa alasan yang tidak ingin saya ungkap disini.
Kembali ke AAC The Movie, ada beberapa adegan yang sempat membuat saya mengeryutkan dahi dan bertanya dalam hati “apa iya seperti ini”, catatan saya pertama, film dibuka dengan adegan Fahri yang tengah kebingungan, karena file-file komputernya hilang, sehingga harus meminta bantuan tetangganya, Maria, dengan menampilkan dialog bahasa arab (yang kemudian juga mengisi sebagian film) beserta teks terjemahan. Disinilah keanehan itu dimulai, adegan dimana maria memasuki flat fahri, it’s impossible for any reasons, kenapa ?? kultur masyarakat arab tidak pernah membolehkan wanita, apalagi secantik maria memasuki rumah orang asing, mahasiswa Azhar pula. Gunjingan atau bahkan hal yang lebih parah lagi seperti pengusiran dari flat yang kita tinggali adalah satu dari sederet kemungkinan yang akan terjadi. Yang jelas, salman dan ginatri (dua orang yang berpasangan menulis plot cerita yang bisa merangkum sekian dialog dari sekian ratus halaman novel aac) terlihat kurang jeli dan paham akan kondisi riil budaya masyarakat mesir.
yang juga amat saya sayangkan, ketika kita harus membayangkan Mesir sebagai latar film, maka simbolisasinya tidak dapat terlihat dengan jelas, kemegahan Mesir sebagai salah satu pusat kebudayaan tertua tidak terbangun sebagaimana mestinya
Masyarakat mesir modern dalam hemat saya adalah masyarakat yang masih kaku dalam memahami adat istiadat dan tradisi arab pada umumnya. Pengalaman saya pribadi tinggal di kawasan metropolis rab’ah al-adaweya selama 3 tahun cukup mendukung tesis saya ini. Saya ingat sekali model dan karakter para tetangga flat semasa tinggal di kairo. Empat tetangga flat saya yang berada satu lantai, dua keluarga Kristen koptik dan dua keluarga beragama Islam. Saya masih teringat dialog-dialog kaku dengan Hana, anak dari tetangga muslim saya yang bercadar, atau bahkan maria, gadis cantik beragama Kristen koptik yang seringkali berpapasan ketika berangkat kuliah pagi, satu hal yang paling saya ingat, maria tidak pernah mau untuk naik lift bersama ketika kami hanya berdua saja, dza aib indana ( ini gak pantes), padahal jelas dia terlihat terburu-buru sekali. Atau bahkan tetangga sebelah flat saya persis yang beragama muslim, ahh namanya pun saya tidak tahu, padahal dalam beberapa kali kesempatan sang bapak seringkali membawakan nasi bukhari dan daging serta sayur-sayuran ketika ada peringatan hari besar tertentu. Dan satu hal lagi, satu-satunya anaknya yang berjilbab juga tidak pernah mau satu lift bersama saya, bahkan lebih memilih turun melalui tangga saja. Analoginya, bersama dalam satu lift saja sudah menjadi aib, apalagi memasuki flat mahasiswa asing, Azhari (istilah untuk para mahasiswa Azhar) pula.
Kedua, dalam film Aisyah memilih pengacara berkewarganegaraan Indonesia untuk membela Fahri. Pertanyaannya, bagaimana seorang berkewarganegaran asing bisa menjadi pengacara, di negara arab pula. Sepengetahuan saya, Negara mesir tidak menerima pengacara berkewarganegaraan asing, bahkan dalam beberapa kasus, KBRI seringkali kewalahan untuk mencari pengacara lokal yang seringkali memasang tarif terlalu tinggi.
Ketiga, yang juga amat saya sayangkan, ketika kita harus membayangkan Mesir sebagai latar film, maka simbolisasinya tidak dapat terlihat dengan jelas, kemegahan Mesir sebagai salah satu pusat kebudayaan tertua tidak terbangun sebagaimana mestinya. Setting Universitas Al-Azhar serta masjid besarnya juga gagal, mungkin karena figuran yang menjadi siswa-siswinya kelihatan terlalu Indonesia dan masjid Azhar yang terkesan kecil dan pengap jauh dari gambaran asli masjid Azhar yang selalu ramai dengan aktivitas belajar dan menghafal Qur’an. Sementara sungai Nilnya sendiri tidak terlihat anggun dan indah dengan angle kamera yang hanya melulu mengambil jembatan dan air dibawahnya. Ahh, padahal niat saya ingin menunjukkan keindahan nil melalui film tersebut kepada keluarga saya. Sayang entah apa yang terjadi sehingga menyebabkan film ini menjadi terlihat miskin dalam pengadeganan di luar ruangan.
Sebenarnya banyak sekali catatan yang ingin saya ungkapkan dalam tulisan singkat ini, seperti penempatan judul berita utama kasus fahri yang dimuat di Koran Shoutul Azhar yang terlihat salah penempatan tidak seperti biasanya, setoran qira’ah sab’ah dengan suara yang sangat tidak mirip dengan karakter asli suara Fedi Nuril, Hakim pengadilan yang terkesan jawa karena medoknya, pemakain kata isbir (sabar) yang seharusnya dilafalkan dengan usbur menurut dialek asli mesir dan adegan pemukulan seorang ikhwan terhadap fahri setelah diingatkan kesalahannya, pula setelah di ingatkan dengan kata-kata Sholla ‘ala Nabi yang bertolak belakang dengan karakter asli orang mesir.
Tapi yang jelas, Sosok Fedi Nuril yang tidak kekar, ganteng dan bertampang alim memang terlihat cocok menjadi Fahri. Terlebih dengan peniadaan karakter yang ringkih dan sakit-sakitan berganti dengan sikap yang sedikit gentle, tetap butuh curhat dengan teman dan bisa meledak seperti ditunjukkan saat ia marah-marah dipenjara, membuat ia terlihat sedikit manusiawi seperti yang diinginkan sang sutradara. Dan Fedi Nuril mampu memainkannya dengan meyakinkan. Nilai plus diperlihatkan oleh Carrisa Putri, sosok Maria, seorang gadis yang memendam cinta nampak terlihat hidup dalam dirinya. Namun untuk karakter pembantu terasa kurang mewakili, semuanya jadi terasa terlalu Indonesia dan tidak riil, beda sekali dengan pemilihan Carissa untuk Maria dan Rianti untuk Aisha dengan wajah non-pribuminya.
Namun, film memang berbeda dengan novel, dengan keterbatasan durasi dan perbedaan yang cukup mendasar dari format tulisan menjadi format audio visual, maka film ini cukup baik dan kreatif dalam menterjemahkan secara bebas dan lugas isi novel Habiburrahman El Shirazy. Pemilihan angle bercerita dan eksplorasi dalam beberapa dialog dan adegan mampu memberi sensasi tersendiri.
Ala kulli hal, ditengah gencarnya para produser kapitalis mengobral film-film bertemakan horror dan assusila, AAC the movie terlihat seperti oase ditengah gurun pasir. nilai-nilai yang masih sarat akan dakwah Islam masih terlihat jelas dalam dialog demi dialog. Dogma poligami, ta’arruf, ikhlas serta kesabaran berhasil dibawakan dengan kesan sejuk dan tidak menggurui. Semoga apa yang dilakukan Hanung Bramantyo menjadi titik awal munculnya film-film yang berkualitas tapi memiliki nilai-nilai yang sarat akan dakwah. Selamat menonton !!
-/+ selengkapnya
Dalam sebuah taksi:
Setelah berjalan sekian lama tanpa percakapan,penumpang menepuk pundak supir taksi untuk menanyakan sesuatu.
Reaksinya sungguh tak terduga. Supir taksi begitu terkejutnya sampai tak sengaja menginjak gas lebih dalam dan hampir saja menabrak mobil lain. Akhirnya ia bisa menguasai kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
"Tolong, jangan sekali-kali melakukan itu lagi!" kata supir taksi dengan wajah pucat dan menahan marah.
"Maaf, saya tidak bermaksud mengejutkan. Saya tidak mengira kalau menyentuh pundak saja bisa begitu mengejutkan Bapak."
"Persoalannya begini, ini hari pertama saya jadi supir taksi. Bapak juga merupakan penumpang pertama."
"Ohh begitu? Terus kok bisa kaget begitu?"
"Sebelumnya saya adalah supir mobil jenasah", jelas si supir.
-/+ selengkapnya
Saya terperangah ketika membaca sebuah harian online, Habibie sang Maestro aerodinamika Indonesia ditolak mentah-mentah oleh keluarga Cendana. Penerbangan sehari semalam antara German-Jakarta seolah tak berarti dimata (bu) Tut dan anggota keluarga yang lain. Ironis, cukup ironis ! bagi saya sikap itu sudah sedikit menggambarkan kecongkakan keluarga cendana. Disaat bangsa ini sedang ribut mempersoalkan deposisi Soeharto, bagi keluarga cendana memaafkan seorang habibie (yang belum tentu salah) adalah nonsense. Memang, Habibie adalah orang pertama yang duduk di kursi panas kepresidenan untuk yang pertama kali selepas Soeharto lengser (atau lebih tepatnya dilengserkan), disamping termasuk sebagai salah satu orang yang diminta menyampaikan hasil penandatangan memo yang berisi permintaan pengunduran 14 menteri yang dipimpin Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita ketika itu.
Rasa penasaran saya sedikit terobati setelah membaca beberapa berita off the record dari kawan-kawan di sebuah forum seputar track record keluarga cendana, tidak berhubungan sama sekali dengan habibie memang, tapi setidaknya ada sebuah benang merah yang bisa saya jadikan novum bahwa memang ada “apa-apa” antara cendana dan Habibie.
Lantas ada apa dengan Habibie ? apa yang membuat beliau begitu dibenci oleh tirah Cendana ? kembali ghirah ilmiyyah membuat saya menelusuri berita demi berita repost menjelang detik-detik terakhir yang menentukan, yang akhirnya mentok di sebuah buku berjudul sama dengan judul coretan ini. Dalam buku ini, sedikit banyak Habibie berbicara seputar detik-detik terakhir yang menentukan, walaupun sebagian besar sama dengan apa yang saya dapatkan di beberapa forum, tapi setidaknya saya bisa “mendengar” langsung dari tulisan sang professor.
Beruntung sekali saya bisa mendapatkan buku ini dalam versi Indonesia plus versi e-booknya. Kalau dulu buku Mahfud MD Setahun bersama Gus Dur: Kenangan menjadi menteri di saat sulit saya dapatkan susah payah karena harus “merayu” dinda, sang kekasih tercinta. Sekarang buku Habibie saya dapatkan (dengan mudah) dari seorang kawan di sebuah forum. Bagi yang ingin membaca versi e-booknya dalam format Pdf , ini linknya Habibie: Detik-Detik Yang Menentukan selamat membaca !!
-/+ selengkapnya
Soundtrack ayat-ayat cinta with fully
Sembari melepas penat seusai membaca diktat kuliah sirah nabawiyah yang akan diujikan tanggal 30 besok, saya membuka-buka inbox email saya. Sebuah rutinitas yang biasa sebelum tidur. Ada sebuah email dari seorang kawan yang membuat saya sedikit berlama-lama didepan komputer yang telah menemani perantauan saya selama 3 tahun. Tidak penting saya kupas apa isi email tersebut, tapi dari email itulah saya menemukan link menuju multiplynya teh Mimin
Sehari sebelumnya, saya benar-benar lagi jatuh cinta dengan lagunya d'cinnamons, setelah mengubek-ubek isi hardisk, sayang saya tidak menemukan filenya. Padahal dulu kalau tidak salah ingat, saya pernah mencopinya dari seorang kawan. singkat cerita, Setelah masuk ke salah satu forum sharing music untuk mencari kau bilang cintanya d’cinnamon, saya menemukan beberapa link download sebuah lagu dengan judul fully feat vagabond ost ayat-ayat cinta, dua nama yang tidak asing tedengar ditelinga saya. wow, kalau benar ini adalah orang-orang yang pernah saya kenal, setidaknya saya cukup bangga "masisir" bisa ikut tenar dalam film ini. ya, vagabond adalah sebuah grup band yang beranggotakan anak-anak muda yang berstatus mahasiswa di Kairo. sedangkan fully yang nama lengkapnya FULLY ASMANDITA HARIYANI, adalah putri salah seorang tenaga pengajar di SIC (sekolah Indonesia Kairo).
Sehari setelah saya memposting tulisan ini, akhirnya dengan "agak sukarela" saya melakukan registrasi di multiply yang kemudian saya download dan reupload kembali di youtube. buat teman-teman yang penasaran ingin melihat video trailer versi 7.16 MB asli dari multiplynya mas hanung yang baru saja saya upload di situs youtube, Klik disini
Setelah saya memastikan kalau Fully yang tertera adalah benar-benar Fully yang pernah dua kali berkunjung kerumah saya (sebelum pindah) dalam suatu acara bersama orangtuanya, dengan semangat 45 saya mendownload langsung link mp3nya. kesan saya pertama kali mendengarkan, suaranya benar-benar bersih dan bening. kalo teman-teman ingin mencoba mendengarkan, ini saya kasih link downloadnya Fully feat Vagabond
Saya bisa memastikan kalau ini adalah fully setelah berkunjung ke multiplynya teh mimin, disana juga saya menonton trailer Ayat-ayat cinta versi durasi terlama, 7,3 MB. sayang saya tidak punya account di multiply sehingga bisa mudah mendownloadnya, lalu saya reupload di youtobe agar bisa ditampilkan bersamaan dengan tulisan ini. tapi dalam penghujung video walking, saya menemukan trailer versi durasi 07.11 menit upload-an mfrstudio, pula dengan diiringi soundtrack lagu kidungnya fully. Ah, semoga saja saya bertemu dengan “Aisyah” dalam tidur saya kali ini.
-/+ selengkapnya